< All the updates

COP28 Asia Pacific Statement

Statements

Calling for community rights, no go zones and justice in the energy transition in the Asia Pacific region

34 organizations from India, Australia, Indonesia, the Philippines, Fiji, Papua New Guinea, Thailand, Malaysia and Japan, call world leaders at COP28 to addresses the impacts of transition mineral mining in their regions.

While advocating for a swift shift to renewable energy, we stress the need to avoid disproportionate burdens on communities, especially in the Global South. These communities, least responsible for emissions, already face the climate crisis’s tangible impacts. We express concern for the consequences on communities, workers, and ecosystems in the Asia Pacific, including the emergence of new sacrifice zones from mineral extraction and processing facilities. This pertains specifically to minerals like lithium, cobalt, nickel, rare earths, and copper for renewable energy and low-emissions technologies.

Metals mining stands out as one of the world’s most polluting industries, with connections to environmental degradation, intergenerational radiation hazards, water pollution, human rights violations, and more, both globally and in our regions. Additionally, the hazardous practice of disposing of mine waste in the sea and the current push to open up our oceans to deep sea mining poses an increased threat to ocean health and coastal communities.

Indonesia and the Philippines, major nickel-ore producers for EV batteries, witness harmful impacts on local communities and ecosystems due to intensified nickel mining and smelting that is often powered by fossil fuels. In the Philippines, the island communities of Palawan and Sibuyan have been putting up people’s barricades through the pandemic to protect their fresh river systems and agricultural lands from nickel mining activities. Air pollution and contaminated soil harm communities, while mining devastates forests and crops, and mine waste pollutes oceans, jeopardizing fishing.

In Australia, with over 36 operational transition mineral mines and 55 proposed, the expanding mining industry strains ecosystems and communities. Australia’s Lynas Rare Earth Ltd, currently a major RE oxides producer outside of China, has transferred the most energy and emission intensive and hazardous processing facility to Malaysia, leaving behind over 1 million tonnes of radioactive waste and sparked unsafe RE exploitation in the country. Despite inadequate laws protecting First Nations’ rights and insufficient safeguards for Aboriginal Heritage, Australian corporations expand their extractive footprint abroad, disregarding community resistance in the name of a ‘green’ transition.

The demand for renewable energy technologies cannot be used as a justification for sacrificing communities, oceans, rivers, forests and ecosystems through the opening of new mines, hazardous processing plants or expansion and extension of existing mines and plants.

  1. We stand with communities in their right to free, prior and informed consent (FPIC) and their Right to Say NO to destructive mining and extractive projects. FPIC is recognized by the United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP)  right of Indigenous Peoples and needs to be written into national laws. The Right to Say NO is a growing global movement that demands the right for any communities to oppose and say no to extractive developments on their lands and lives.
  2. We advocate for No Go Zones of culturally and ecologically significant areas, and/or ecosystems already under great stress like our oceans. Protecting natural areas or habitats that are rich in biodiversity and provide essential ecosystem services including clean water, climate regulation and soil maintenance are of great importance on the global and local scale for maintaining ecosystems and human health.
  3. We reject the misinformation attempt of “responsible mining” and extraction that bypass community consent including any mining certifications, voluntary standards and related auditing schemes.The emphasis should be put into creating a just energy transition with human rights, respect for self-determination, and enforcement of already existing international conventions, binding State and/or regional/local legislation, judiciary and inspectorates which are able to control and demand mining projects to comply with existing regulation and legal consultation processes, as well as to ensure accountability and most importantly, consent.
  4. We demand the prioritization of climate solutions that minimize mineral demand in the Global North to reduce emissions from manufacturing new technologies. The investment in e-buses and active transit, promoting pedestrian and bike-friendly infrastructure, using smaller repairable vehicles,  and enhancing energy efficiency, and establishing circular economy systems. These solutions align with zero-emission goals, sustainable transport, and boost local economies. Key to realizing climate justice is the necessary transformation of our production and consumption patterns and rejecting the business-as-usual attitude of governments and extractive industries.
  5. We call on climate negotiators to commit to mandatory human and environmental rights due diligence, greater contract, financial and ownership transparency, and improved mechanisms to hold mining corporations accountable for responsible sourcing of transition minerals and management of pollution and toxic/radioactive wastes.

 

We urge businesses, financial institutions, investors, and governments to ensure a clean, just, and equitable energy transition by implementing these measures. We implore clean energy advocates and climate justice allies to echo these demands from our regions within their organizations and networks, fostering collective action on climate change platforms.

_________

Menyerukan hak-hak masyarakat, zona larangan terbang dan keadilan dalam transisi energi di kawasan Asia Pasifik

Ketika para pemimpin dunia terlibat dalam negosiasi iklim di COP28 di Dubai, sebuah kelompok yang terdiri dari 34 organisasi dari India, Australia, Indonesia, Filipina, Fiji, Papua Nugini, Thailand, Malaysia, dan Jepang, membahas dampak-dampak dari transisi pertambangan mineral di wilayah kami.

Sembari mengadvokasi peralihan cepat ke energi terbarukan, kami menekankan perlunya menghindari beban yang tidak proporsional pada masyarakat, terutama di Global South. Komunitas-komunitas ini, yang paling tidak bertanggung jawab atas emisi, telah menghadapi dampak nyata dari krisis iklim. Kami menyatakan keprihatinan kami atas konsekuensi yang ditimbulkan terhadap masyarakat, pekerja, dan ekosistem di Asia Pasifik, termasuk munculnya zona-zona pengorbanan baru dari fasilitas ekstraksi dan pengolahan mineral. Hal ini secara khusus berkaitan dengan mineral seperti litium, kobalt, nikel, tanah jarang, dan tembaga untuk energi terbarukan dan teknologi rendah emisi.

Pertambangan logam merupakan salah satu industri yang paling banyak menimbulkan polusi di dunia, yang berkaitan dengan degradasi lingkungan, bahaya radiasi antargenerasi, polusi air, pelanggaran hak asasi manusia, dan masih banyak lagi, baik di tingkat global maupun di wilayah kami. Selain itu, praktik pembuangan limbah tambang yang berbahaya di laut dan dorongan saat ini untuk membuka lautan kita untuk pertambangan laut dalam menimbulkan ancaman yang meningkat terhadap kesehatan laut dan masyarakat pesisir.

Indonesia dan Filipina, produsen bijih nikel utama untuk baterai EV, menyaksikan dampak berbahaya terhadap masyarakat dan ekosistem lokal akibat penambangan dan peleburan nikel yang semakin intensif yang sering kali menggunakan bahan bakar fosil. Di Filipina, masyarakat pulau Palawan dan Sibuyan telah membangun barikade rakyat selama pandemi untuk melindungi sistem sungai dan lahan pertanian mereka dari kegiatan pertambangan nikel. Polusi udara dan tanah yang terkontaminasi membahayakan masyarakat, sementara pertambangan menghancurkan hutan dan tanaman, dan limbah tambang mencemari lautan, sehingga membahayakan penangkapan ikan.

Di Australia, dengan lebih dari 36 tambang mineral transisi yang beroperasi dan 55 tambang yang diusulkan, industri pertambangan yang semakin meluas membebani ekosistem dan masyarakat. Lynas Rare Earth Ltd dari Australia, yang saat ini merupakan produsen oksida ET utama di luar Cina, telah memindahkan fasilitas pemrosesan yang paling intensif energi dan emisi serta berbahaya ke Malaysia, meninggalkan lebih dari 1 juta ton limbah radioaktif dan memicu eksploitasi ET yang tidak aman di negara tersebut. Terlepas dari undang-undang yang tidak memadai yang melindungi hak-hak Bangsa Pertama dan perlindungan yang tidak memadai untuk Warisan Aborigin, perusahaan-perusahaan Australia memperluas jejak ekstraktif mereka di luar negeri, mengabaikan perlawanan masyarakat atas nama transisi ‘hijau’.

Permintaan akan teknologi energi terbarukan tidak dapat digunakan sebagai pembenaran untuk mengorbankan masyarakat, lautan, sungai, hutan dan ekosistem melalui pembukaan tambang baru, pabrik pengolahan yang berbahaya, atau perluasan dan perluasan tambang dan pabrik yang sudah ada.

  1. Kami mendukung masyarakat dalam hak mereka untuk mendapatkan persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC) dan Hak untuk Berkata TIDAK terhadap proyek-proyek pertambangan dan ekstraktif yang merusak. FPIC diakui oleh Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP) sebagai hak-hak masyarakat adat dan perlu dituangkan ke dalam undang-undang nasional. Hak untuk Berkata TIDAK adalah gerakan global yang sedang berkembang yang menuntut hak bagi masyarakat untuk menentang dan mengatakan tidak pada pembangunan ekstraktif di tanah dan kehidupan mereka.
  2. Kami mengadvokasi Zona Terlarang di wilayah-wilayah yang secara budaya dan ekologis penting, dan/atau ekosistem yang sudah berada di bawah tekanan besar seperti lautan kita. Melindungi area atau habitat alami yang kaya akan keanekaragaman hayati dan menyediakan layanan ekosistem penting termasuk air bersih, pengaturan iklim dan pemeliharaan tanah sangat penting dalam skala global dan lokal untuk menjaga ekosistem dan kesehatan manusia.
  3. Kami menolak penambangan dan ekstraksi yang tidak mendapatkan persetujuan dari masyarakat, dan menolak skema sertifikasi yang melakukan penghijauan. Penekanan harus diberikan untuk menciptakan transisi energi yang adil dengan hak asasi manusia, penghormatan terhadap penentuan nasib sendiri, dan penegakan konvensi internasional yang sudah ada, legislasi Negara dan/atau regional/lokal yang mengikat, peradilan dan inspektorat yang dapat mengontrol dan menuntut proyek-proyek pertambangan untuk mematuhi peraturan yang ada dan proses konsultasi hukum, serta memastikan akuntabilitas dan yang terpenting, persetujuan.
  4. Kami menuntut prioritas solusi iklim yang meminimalkan permintaan mineral di Global North untuk mengurangi emisi dari pembuatan teknologi baru. Investasi dalam e-bus dan angkutan umum aktif, mempromosikan infrastruktur yang ramah pejalan kaki dan sepeda, menggunakan kendaraan yang lebih kecil yang dapat diperbaiki, dan meningkatkan efisiensi energi, serta membangun sistem ekonomi sirkular. Solusi-solusi ini selaras dengan tujuan nol-emisi, transportasi berkelanjutan, dan meningkatkan ekonomi lokal.
  5. Kami menyerukan kepada para negosiator iklim untuk berkomitmen pada uji tuntas hak asasi manusia dan lingkungan, transparansi kontrak, keuangan dan kepemilikan yang lebih besar, dan mekanisme yang lebih baik untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan pertambangan atas pengadaan mineral transisi yang bertanggung jawab serta pengelolaan polusi dan limbah beracun/beradioaktif.

 

Kami mendesak bisnis, lembaga keuangan, investor, dan pemerintah untuk memastikan transisi energi yang bersih, adil, dan merata dengan menerapkan langkah-langkah ini. Kami memohon kepada para pendukung energi bersih dan sekutu keadilan iklim untuk menyuarakan tuntutan ini di wilayah kami dalam organisasi dan jaringan mereka, mendorong aksi kolektif dalam platform perubahan iklim.

List of signatories

Publish What You Pay Australia Australia
Deep Sea Mining Campaign Australia
Institute for Sustainable Futures Australia
Publish What You Pay Global
Environics Trust India
Mines mineral and people India
Mineral Inheritors Rights Association India
Mines, minerals & People India
Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA) Indonesia
Pacific Asia Resource Center (PARC) Japan
MNS Pahang Malaysia
Greenpeace Southeast Asia Malaysia
Save Malaysia Stop Lynas Malaysia
Self
Papua New Guinea
OCEAN
Papua New Guinea
AMKKAS/RISKTAKER Philippine
CCMCL Baywatch Philippines
Asia Indigenous Peoples Network on Extractive Industries and Energy (AIPNEE) Philippines
Aroroy Youth Environmental Guardian Philippines
Ang Aroroy Ay Alagaan, Inc. Philippines
ALpha Phi Omega MANDIN AA #118 Philippines
Center for Energy, Ecology, and Development Philippines
ALYANSA TIGIL MINA (ATM) Philippines
Diocese of San Carlos / CBCP ECSA JP National Laudato Si Program [NLSP] Philippines
Caritas Philippines Philippines
Alyansa ng Kabataang Mindanao para sa Kapayapaan (AKMK) Philippines
UNLAD BLFFA Philippines
TUPECO Philippines
Reboot Philippines Renewable Energy Transition Institute Philippines
Bantay Kita – PWYP Philippines Philippines
KuMaSa Na Philippines
SIBUYANON AGAINST MINING Philippines
Legal Rights and Natural Resources Center – FoE Philippines Philippines
KUMASANA Phillipines
Core Group Transparency/Publish What You Pay, Timor-Leste (CGT/PWYP-TL) Timor-Leste

 

Picture credit: Andrew Bogrand

Share this content: